Cuwittan.com — Usulan kenaikan tarif cukai hasil tembakau (CHT) tahun 2026 menuai penolakan dari sejumlah anggota Komisi XI DPR RI. Mereka meminta pemerintah tidak menaikkan tarif cukai, meski target penerimaan negara dari sektor ini ditetapkan naik.
Wakil Ketua Komisi XI DPR, Hanif Dhakiri (PKB), menegaskan industri rokok saat ini berada dalam tekanan berat. “Target pajak dan cukai memang harus naik, tapi tarifnya jangan ikut dinaikkan,” kata Hanif saat rapat kerja dengan Menteri Keuangan, pekan lalu.
Anggota Komisi XI dari PDIP, Harris Turino, mengingatkan risiko serius bila tarif tetap dinaikkan. Ia menyebut kenaikan 10% saja dapat membuat pabrik rokok kesulitan menutup biaya produksi. “Paling tidak sudah kelihatan pabrik-pabrik besar mulai tertekan. Kalau naik agresif, PHK akan makin banyak,” ujarnya, menyinggung kasus pemutusan kerja di Gudang Garam.
Sebagai jalan tengah, DPR mendorong pemerintah fokus pada pemberantasan rokok ilegal. Menurut mereka, langkah ini akan mendongkrak penerimaan negara tanpa membebani industri formal yang merupakan sektor padat karya.
Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa belum memutuskan arah kebijakan tarif CHT 2026. Ia menekankan perlunya kajian mendalam, termasuk menghitung potensi penerimaan dari penindakan rokok ilegal.
“Kalau penanganan ilegal bisa optimal, bukan tidak mungkin tarif tidak perlu naik, bahkan bisa diturunkan,” ucapnya di Istana Negara, Senin (15/9).
Data Direktorat Jenderal Bea dan Cukai menunjukkan sepanjang 2025 ada 15.757 kasus penindakan kepabeanan dan cukai dengan nilai Rp3,9 triliun, mayoritas terkait produksi rokok ilegal.
Produksi rokok nasional Januari–Juli 2025 tercatat 171,6 miliar batang, turun 1,85% dibanding periode yang sama tahun lalu. Angka ini menjadi yang terendah sejak 2018, kecuali tahun 2023.
Meski produksi menurun, penerimaan cukai hingga Juli 2025 justru tumbuh 9,26% secara tahunan menjadi Rp126,85 triliun, menandakan masih kuatnya kontribusi sektor ini terhadap penerimaan negara.
